Ini Hanya Blog Biasa yang Menyediakan Informasi Hal-hal Menarik Tentang Aceh.
Kuah Pliek-U, Gulai Para Raja
Masakan atau gulai khas Aceh.
Okezine - Template
Mesjid Raya Baiturrahman
Saksi bisu sejarah Aceh.
Okezine - Template
Tari Saman
Satu ciri menarik dari tari Aceh
..
Prev 1 2 3 Next

Wednesday 22 August 2012

Wisatawan Lokal Serbu Pemandian Alue Lase


Jeumpa, (Analisa). Tempat pemandian alam Alue Lase Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) ramai dikunjungi warga, Rabu (22/8).
Objek wisata alam tersebut bukan hanya ramai dikunjungi warga dalam kabupaten setempat, kabupaten tetangga seperti Aceh Selatan, Nagan Raya dan Aceh Barat juga ikut meramaikan tempat wisata itu.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, kawasan wisata alam ini paling diincar para wisatawan lokal. Pasalnya, selain lokasi yang mudah dijangkau, suasana di kawasan objek wisata tersebut tampak asri.

"Saya merasa lokasi ini cocok untuk mengisi hari libur, hampir setiap hari libur kami memanfaatkan lokasi ini untuk berlibur. Sebab, selain suasananya yang asri, jarak lokasi masih mudah dijangkau," kata Hongki, warga asal Nagan Raya yang berlibur ke lokasi itu.

Mereka mengaku nyaman berwisata ke lokasi tersebut, selain masyarakatnya yang ramah, suasana di lokasi itu juga mampu membebaskan pengunjung dari masalah yang sedang dihadapi. Baik itu urusan kantor, keluarga maupun urusan bisnis.

"Sebab suasana di sini sejuk dan tenteram, sehingga membuat kita semua merasa nyaman kalau sudah sampai di sini," ungkapnya.

Sarwadi, salah seorang pedagang di kawasan itu kepada Analisa mengakui bahwa setiap hari libur kawasan tersebut ramai dikunjungi para wisatawan, baik yang berasal dari daerah maupun dari kabupaten lain.

"Pengunjung mulai ramai berdatangan ke tempat pemandian ini umumnya pada waktu menjelang siang hingga sore hari," ujar Sarwadi.

Dia menambahkan, pada hari-hari tertentu, omset penjualan di lokasi itu bisa meningkat tajam, namun kondisi itu menurutnya terjadi pada hari libur saja.

Pihaknya berharap lokasi wisata alam tersebut bisa ditata dengan baik, sehingga besar kemungkinan lokasi itu bisa dimanfaatkan sebagai bagian dari pendapatan daerah setempat.

"Tinggal lagi penataan dan pemanfaatan secara baik dan benar, sebab jika lokasi ini benar-benar ditata dan dikelola dengan baik, masyarakat di sini juga bisa menopang hidup dengan cara berjualan," ungkapnya.

Dikatakan, kendala yang dihadapi saat ini adalah belum sepenuhnya akses jalan menuju lokasi pemandian diaspal.

"Jika jalan ini sudah diaspal, maka lokasi objek wisata alam ini akan tampak lebih baik," ka tanya.

Pantauan Analisa dalam beberapa pekan terakhir ini, para wisatawan yang berdatangan ke Abdya lebih memilih kawasan wisata pegunungan dari pada kawasan pantai. Hal tersebut dikarenakan, wisata alam pegunungan menyajikan kesejukan dan panorama alam yang masih asri.
Baca Selengkapnya

Pengunjung "Hinggapi" Obyek Wisata Religi Aceh


Banda Aceh, (Analisa). Masjid Raya Baiturrahman, sebagai salah satu objek wisata religi di Banda Aceh dipadati pengunjung dari berbagai daerah pada H+4 Idulfitri 1433 H. Para pengunjung ini dari berbagai usia, mulai dari anak-anak hingga orang tua.
Pengunjung umumnya selain beribadah menunaikan salat juga hanya sekadar bermain sambil melihat-lihat ikan hias di kolam yang terbentang besar di depan masjid serta menikmati kemegahan Masjid Raya Baiturrahman.

Masjid Raya yang merupakan salah satu masjid terindah di Asia Tenggara ini memang selama ini menjadi ikon Aceh, khususnya Banda Aceh sekaligus dijadikan objek wisata religi dan banyak dikunjungi warga dari berbagai daerah baik dalam maupun luar negeri.

Ramainya warga yang mengunjungi masjid raya ini juga tak terlepas banyaknya penjual jajanan di taman kota yang terletak di samping masjid raya tersebut. Keberadaan pedagang kuliner dadakan ini membuat warga betah berlama-lama di seputan masjid raya.

Pedangan kuliner dadakan ini, selama Lebaran Idulfitri memang mendapat izin untuk berjualan. Namun, pada hari-hari biasa, lokasi berdagang ini dijadikan lahan parkir bagi jemaah masjid atau warga yang ingin berkunjung ke Pasar Aceh yang letaknya sangat berdekatan.

Seorang warga Langsa, Ismaniar, mengungkapkan, ia bersama keluarga sengaja datang mengunjungi Masjid Raya Baiturrahman guna salat Ashar sekaligus menikmati kemegahan masjid yang menjadi kebanggan masyarakat Aceh ini.

"Saya sengaja membawa anak-anak kemari sebelum pulang ke Langsa," ujarnya singkat saat dijumpai Rabu (22/8) sore.

Selain Masjid Raya Baiturrahman, salah satu masjid yang kerap dikunjungi warga yakni Masjid Baiturrahim, Ulee Lheu Banda Aceh. Masjid yang terletak di bibir pantai ini menjadi saksi bisu kedahsyatan tsunami yang melanda Aceh pada Desember 2004.

Tak mengherankan, banyak kalangan dari luar Aceh menganggap masjid Baiturrahim ini "keramat", karena selamat dari hempasan tsunami yang memporak-porandakan kawasan Ulee lheue hingga rata dengan tanah.

Dalam hal wisata tsunami di Banda Aceh, selain dua objek religi ini, sasaran yang banyak dikunjungi warga yakni Museum Tsunami yang terletak di kawasan Blang Padang Banda Aceh. Banyak warga yang berkunjung ke museum ini untuk berfoto-foto.
Baca Selengkapnya

"Pam Pum" Beudee Karbet



APA PERBEDAAN beudee trieng dengan beudee karbet? Jawabanya beda tipis. Baik beudee trieng (meriam bambu) dan beudee karbet sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Mulai dari orang dewasa sampai anak-anak pasti kenal kedua mainan ini, apalagi dalam bulan ramadhan atau jelang hari raya atau selama lebaran, suara dentuman beudee karbet biasa dijumpai hampir di segala pojok gampong-gampong di Aceh, khususnya di beberapa gampong di Pidie.

Secara fisik baik beudee trieng maunpun beudee karbet sama-sama memakai uram trieng (pangkal bambu) sebagai media utamanya. Hanya saja beude karbet (meriam karbit) mengunakan karbit atau kalsium karbida (senyawa kimia, CaC2) sebagai pemicu untuk menghasilkan suara dentuman. Beude karbet kerap dimainkan oleh orang-orang dewasa di gampong (kampung). Namun dalam perkembanganya, dibeberapa tempat, sebagian pemuda tidak lagi memakai uram trieng sebagai wadah meledakkan karbit, melainkan sudah diganti dengan pipa besi atau drum aspal yang dimodifikasi. Tujuanya adalah untuk mendapatkan efek suara yang lebih dahsyah. Mereka menanam wadah-wadah tersebut didalam tanah dan ketika karbit diledakkan, maka efeknya seperti sedang terjadi gempa 3-4 SR. Efek suara yang ditimbulkan bisa bermil-mil jauhnya, dan getaranya bisa membuat kaca jendela pecah.

Mungkin karena efek yang ditimbulkan dari karbit inilah yang membuat warga merasa terganggu. Namun dasar para pemuda badung, mereka mengakalinya dengan mencari tempat yang jauh dari pemukiman untuk meledakkan meriam karbit.

Sedangkan beude trieng (meriam bambu) adalah mainan meriam yang terbuat dari bambu namun pengoperasianya mengunakan minyak tanah. Beude trieng biasa dimainkan oleh anak-anak karena caranya sedikit gampang daripada beude karbet yang tingkat berbahayanya lebih tinggi. Suara yang ditimbulkanya beude trieng juga tidak terlalu memekakkan telinga, sedangkan suara dentuman beude karbet bisa terdengar hampir kesegala gampong atau mukim.

Belum ada kepastian darimana permainan ini muncul pertama kali, sebab hampir semua masyarakat di Indonesia sudah mengenal mainan meriam ini selama berabad-abad.

Permainan beude karbet sebetulnya harus mengeluarkan banyak modal. Ini dikarenakan karbit (pemicu suara) harus dibeli perkiloan dengan harga tidak murah. Namun karena mainan ini hanya dioperasikan sekali dalam setahun, yaitu selama/paska bulan ramadhan, harga karbit yang mahal bukanlah soal bagi pemuda gampong. Untuk menyiasatinya, pemuda gampong biasanya meurepee (kongsi) uang sehingga harga mahal tadi pun tidak terlalu terasa berat. Dengan demikian agenda menghidupkan beude karbet siap dilakukan. Pekerjaan selanjutnya lebih gampang, cukup mencari 2 meter uram trieng atau drum aspal yang dimodifikasi.

Bagi yang memakai uram trieng, mula-mula batang bambu di sodok ruas-ruas dalamnya agar bolong. Cukup menyisakan ruas paling bawah agar tidak tembus keluar. Selanjutnya diatas pangkal ruas paling bawah tadi dibuatkan bolong untuk memasukkan pecahan karbit. Biasanya para pemuda mengikat bambu meriam ini dengan kawat agar bambu tidak retak menahan dentuman sauara yang dihasilkan. Ada juga yang menanam meriamnya kedalam tanah supaya bambunya tidak mencelat atau berantakan kearah orang-orang ramai. Setelah itu hanya diperlukan sumbu api dan sedikit air sebagai pemicu beude karbit. Kalau semuanya sudah matang, maka masyarakat biasanya akan dikejutkan dentuman meriam ini yang dipicu terus menerus seakan sedang ada perang besar.

Bagi yang maniak karbit kelas berat, mereka akan mencari rongsokan drum aspal (peulaken) atau pipa-pipa besi tertentu untuk dijadikan wadah karbit. Cara ini sedikit sulit karena harus mengelasnya di bengkel untuk menghasilkan sebuah meriam yang sempurna, namun efek suaranya lebih dahsyat ketimbang memakai bambu.

Suara yang dihasilkan meriam karbit ini memang terbilang raksasa. Layaknya mirip suara yang dihasilkan meriam benaran, maka tidaklah heran suasana selama ramadhan atau saat takbiran lebaran, suasana di gampong-gampong seperti ajang perang saja. Apalagi pemuda-pemuda gampong tetangga juga ikut-ikutan melakukan tradisi ini. Maka ‘perang’ meriam pun tidak terhindarkan dan menjadi ajang saling ‘serang menyerang’ hingga pagi hari.

Perang karbit ini sebetulnya telah menjadi kontroversial dalam beberapa tahun terakhir, karena aktivitas meledakkan bom mainan ini kerap mengganggu ketenangan warga. Namun entah bagaimana, bom karbit tetap diledakkan meski secara sporadis. Namun tensi ledakan meningkat ketika menjelang lebaran. Ada yang menganggap ledakan karbit selama ramadhan adalah untuk membangunkan warga untuk sahuran, dan karbit yang diledakkan jelang lebaran dianggap sebagai sebuah 'hiburan' buat menyemarakkan hari raya. Akibatnya, antara suara takbir dengan dentuman karbit saling bersaing satu sama lain.

Namun ada sebagian warga yang menderita penyakit jantung atau suka latah paling benci dengan ulah suara meriam karbit ini. Barangkali selama sebulan mereka harus berhadapan dengan ‘neraka’ disaat syafaat surga terbuka lebar di hari ramadhan. Namun bagi sebagian ada yang senang melihat aktifnya para pemuda gampong, membuat warga ikut terhibur. Apalagi saat menjelang sahur, biasanya dentuman beude karbit menjadi tanda bahwa waktu sahur sudah tiba.

Pada masa konflik yang mendera Aceh, baik beude trieng maupun karbet adalah barang langka yang sulit dioperasikan. Ketakutan dan trauma menjadi alasan utama kedua beude ini enyah dari gampong. Bagi yang nekat, maka akibatnya mudah ditebak; dipermak dan selanjutnya digelandang ke pos-pos aparat terdekat dan dikenai pasal mengganggu stabilitas temperatur keamanan. Makanya selama konflik kedua beude ini seperti hilang ditelan bumi, dan para pemuda -- boro-boro membunyikan meriam ini-- malah lebih memilih hengkang keluar daerah untuk mencari selamat. Barangkali aparat kemanan juga paling benci dengan suara dentuman yang dihasilkan dari meriam bambu ini dan mengira sedang ada serangan mendadak dari bazooka gerilyawan.

Nah, ketika masa damai terajut di Aceh (setelah 30 tahun lebih dalam suasana konflik), beude ini kembali meledak membahana, meski ada kontroversial , beude masih saja menyalak. Terlepas pro-kontra bunyi yang dihasilkan, namun faktanya beude ini sudah sepatutnya dilestarikan sebagai sebuah tradisi yang unik dan khas untuk merajut keakraban pemuda gampong. Namun, dalam pengoperasianya mungkin perlu persetujuan dari para pihak dengan melihat sisi-sisi tempat yang layak untuk diledakkan.

Dibeberapa tempat seperti di Kalimantan, malah ada festival khusus meledakkan meriam ini, sebagai tradisi atau budaya yang diwariskan nenek moyang yang pintar meracik senjata ini untuk menakut-nakuti para penjajah di era kolonial.

Namun, ada baiknya juga apabila dimasa bulan ramadhan atau dimalam takbiran, para pemuda gampong menggantikan aktivitas meledakkan meriam ini ke kegiatan yang lebih bersifat peningkatan ibadah seperti melaksanakan lomba meulikee, tadarus, membuat pentas di masjid dan kegiatan syiar Islam lainya yang lebih fositif, seperti yang ditunjukkan oleh pemuda dari tiga kemukiman di Pidie seperti Mila, Indrajaya atau Delima.

sumber : serambinews.com (Visit This Website Now)
Baca Selengkapnya

Tempat Wisata Padat Pengunjung


SERAMBINEWS.COM, SINABANG - Libur panjang lebaran di Kabupaten Simeulue, banyak dimanfaatkan warga untuk berekreasi bersama keluarga di tempat-tempat wisata .

Pantauan Serambinews.com, sejumlah tempat wisata alam seperti danau laut tawar di Kecamatan Teluk Dalam. ujung ganting, pantai Busung di Simeulue Timur, sejak dua hari lebaran padat pengunjung, Warga dengan membawa keluarga untuk mengisi hari libur lebaran 1433 H.

Suasana ramai juga dimanfaatkan para pedagang musiman untuk meraup duit.
"Alhamdulillah ya, jualan banyak laku diserbu pengunjung wisata yang kebanyakan tidak membawa makanan dari rumah dan memesan di sini," ujar Julkifli, penjajah makanan, Rabu (22/8).

Warga juga memadati tempat wisata spiritual di kawasan Makam Teungku Di Ujung, Kecamatan Simeulue Tengah. Di lokasi ini, selain berziarah di makam Teungku Di Ujung, warga juga menikmati panorama pantai dan mandi laut bersama keluarga.
Baca Selengkapnya

SBY Sebut Aceh Sebagai Model


JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan Aceh patut dipandang serbagai model perdamaian, diplomasi, dan demokrasi, serta terus mengkonsolidasikan. Pembangunan di Serambi Mekkah.

Hal itu diutarakan Presiden pada pidato kenegaraan dalam rangka HUT ke-67 Proklamasi Kemerdekaan RI di depan Sidang Bersama DPR dan DPD RI, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8) lalu. “Aceh menjadi potret sejarah yang menggambarkan dengan jelas, bahwa konflik dapat diselesaikan melalui mekanisme diplomasi dan demokrasi,” kata Presiden SBY.

Disebutkan, Pemerintah memang memberlakukan desentralisasi asimetris di empat daerah, yaitu Yogyakarta, Aceh, Papua, dan Papua Barat. Presiden mengatakan, desentralisasi yang tengah berjalan tidak mengalami perubahan prinsip. “Yang dilakukan oleh pemerintah hanyalah pengaturan ulang agar lebih baik dan efektif bagi peningkatan kesejateraan rakyat,” demikian Kepala Negara.

Di Banda Aceh, peringatan Kemerdekaan Indonesia ke-67, Jumat (17/8), diperingati secara khidmat di Lapangan Blang Padang. Upacara bendera yang berlangsung dalam suasana bulan Ramadhan 1433 H ini, dipimpin oleh Gubernur Aceh dr H Zaini Abdullah, yang juga bekas menteri luar negeri.

Mantan panglima GAM yang kini menjabat Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf juga hadir, bersama Kepala Kodam Iskandar Muda Mayjen Zahari Siregar, Kapolda Irjen Iskandar Hasan, Ketua DPRA Hasbi Abdullah, dan unsur muspida lainnya.

Peringatan HUT RI ke-67 ini merupakan upacara pertama yang diikuti oleh Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf yang terpilih dalam pemilihan kepala daerah 2012 lalu. Pada peringatan HUT RI ke-67 ini, Gubernur Zaini dan Wakil Gubernur Muzakir mengenakan seragam kebesaran upacara serba putih. Zaini memimpin upacara dengan lancar.

Upacara peringatan hari jadi negara Indonesia ini dimulai dengan pembacaan salawat badar. Selanjutnya, hening cipta, penggerekan bendera Merah Putih oleh pasukan Paskibra Jeumpa Puteh.(fik/nal)

Jangan Hanya Sebatas Slogan
TIGA wakil rakyat Aceh di Senayan, Ahmad Farhan Hamid, Marzuki Daud, dan Said Mustafa Usab, menanggapi baik pidato Presiden SBY tersebut. Anggota Komisi I DPR Said Mustafa Usab mengaharapkan apa yang diucapkan Presiden jangan hanya sebatas slogan, melainkan musti dibuktikan.

“Jika ingin rakyat Aceh percaya kepada Pemerintah di Jakarta, harus ada bukti nyata,” ujar Said Mustafa, mantan petinggi GAM yang sekarang tergabung dalam Fraksi PAN.

Sementara Farhan Hamid, anggota DPD asal Aceh mengatakan, ungkapan Presiden itu menandakan kondisi Aceh kini yang terus membaik tidak ditelantarkan oleh Pemerintahan SBY. Menurutnya, sinyal Presiden itu pertanda baik untuk Pemerintah Aceh bergerak cepat minimal dalam dua hal, yaitu mendorong dan ikut serta dalam penyelesaian PP turunan UUPA, dan menyelesaikan rencana pembangunan hingga 15 tahun ke depan yang mengintengrasikan rencana pembangunan tingkat kabupaten kota, provinsi, dan nasional.

“Pemerintah Aceh juga harus membangun komunikasi intensif dengan DPR RI dan DPD RI untuk mendapat dukungan terhadap program pembangunan di Aceh,” kata Farhan Hamid.

Marzuki Daud, Wakil Ketua Tim Pemantau Pemerintahan Aceh dan Papua DPR RI agar para menteri terkait menindaklanjuti pernytaan Presiden SBY secara konkret. “Aceh sepantasnya tetap menjadi perhatian, dan terus mengkonsolidasikan pembangunan, untuk mencapai kesejateraan,” kata Marzuki, politisi Partai Golkar.

Disebutkan, salah satu pembangunan Aceh saat ini adalah bidang infrastruktur, seperti irigasi, jalan dan sebagainya. “Soal ini sudah disampaikan dalam pertemuan anatar Gubernur Aceh dengan Menteri PU,” kata Marzuki yang ikut hadir dalam pertemuan itu.

sumber : serambinews.com (Visit This Website Now)
Baca Selengkapnya

Pengunjung Padati Objek Wisata Aceh Selatan


TAPAKTUAN – Pada hari ketiga perayaan Hari Raya Idul Fitri 1433 H, sejumlah objek wisata di Kabupaten Aceh Selatan disesaki pengunjung. Mereka tidak hanya datang dari daerah setempat, namun juga dari Abdya, Nagan Raya dan sejumlah kabupaten/kota lain di pantai barat-selatan Aceh.

Kawasan yang menjadi incaran wisatawan lokal ini di antaranya, Pemandian Tingkat Tujuh, Pemandian Panju Pian, Pemandian Air Dingi, Kolam Aroya Lhok Bengkuang, dan sejumlah objek wisata lain.

“Setiap hari raya dan tahun baru kami bersama keluarga sering berjunjung kesini, karena suasana alamnya cukup bersahabat dan mampu membawa ketenangan,” ungkap Nuraini (45) warga asal Nagan Raya.

Ketua Satuan Tugas Search And Rescue (Satgas SAR) Aceh Selatan, May Fendri mengatakan, pihaknya menurunkan puluhan personel SAR ke lokasi untuk memantau dan menjaga kondisi kemananan di sekitar lokasi wisata. “Pemantauan ini dilakukan di tempat–tempat yang tergolong rawan, dengan tujuan untuk mengantisipasi jatuhnya korban jiwa,” kata May Fendri.

sumber : serambinews.com (Visit This Website Now)
Baca Selengkapnya