Ini Hanya Blog Biasa yang Menyediakan Informasi Hal-hal Menarik Tentang Aceh.
Kuah Pliek-U, Gulai Para Raja
Masakan atau gulai khas Aceh.
Okezine - Template
Mesjid Raya Baiturrahman
Saksi bisu sejarah Aceh.
Okezine - Template
Tari Saman
Satu ciri menarik dari tari Aceh
..
Prev 1 2 3 Next

Friday, 2 November 2012

Ini 54 Nama Permainan Tradisional di Aceh

Sebanyak 54 nama olahraga dan permainan tradisional yang ada di Provinsi Aceh dirangkum oleh Drs. Asli Kesuma, salah seorang narasumber pada seminar Permainan Rakyat yang digelar di Banda Aceh, 3-4 September 2012 oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh.

Ke-54 nama-nama olahraga dan permainan rakyat yang tumbuh dari 7 suku bangsa di Aceh (Aceh pesisir, Gayo, Alas, Melayu Tamiang, Jamee, Simeulue, dan Kluet) tersebut antara lain :
  1. Meuen Galah
  2. Geulayang Teunang
  3. Silat Pelintau
  4. Gatok (Katok)
  5. Lomba Perahu Tradisional
  6. Geudeue-Geudeue
  7. Panca
  8. Gasing
  9. Sipak Raga
  10. Galumbang
  11. Geunteut (Engrang)
  12. Patok Lele
  13. Sepangkal
  14. King-kingan
  15. Tempi
  16. Auh-auh
  17. Bebilun
  18. Cebunih
  19. Gegeli
  20. Merimueng-rimueng
  21. Menduwo
  22. Meukrueng-krueng
  23. Somsom Batee
  24. Meuheneb
  25. Nebang Kayu
  26. Leteb
  27. Lehong
  28. Daboih
  29. Nandong
  30. Jejorosen
  31. Berenep Empan
  32. Berkekuren
  33. Pacu Kude
  34. Bebaningen
  35. Kededes
  36. Asak-asakan
  37. Lelumpeten
  38. Kude Mandi
  39. Pangkal
  40. Dukung
  41. Gedung Skupang
  42. Pak Kemiri
  43. Terompah Bambu dan batok
  44. Beciken
  45. Rangkam
  46. Pepilo
  47. Cek Meng
  48. Cengkerek
  49. Teng-teng Iyek
  50. Berkekucingen
  51. Itik-itiken
  52. Merah Mege
  53. Inen Maskerning
  54. Atu Belah
Asli Kesuma meyakini masih banyak olahraga dan permainan rakyat yang belum terinventaris dan kepada peserta dia berharap agar segera melakukan pendataan sebelum hilang tergerus zaman modern. Selain itu, dia juga menyatakan hanya sedikit dari olahraga dan permainan tersebut yang sudah mempunyai catatan tentang standar operasinal (SOP). “Mari kita data kembali nama-nama permainan rakyat tersebut dan melakukan pencatatan tentang cara atau aturan teknis permainannya,” himbau Asli Kesuma.
 
Menanggapi data tersebut, secara terpisah salah seorang peserta seminar yang menjabat sebagai Ketua Harian Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI) Aceh Tengah menyatakan sudah melakukan pendataan permainan rakyat Gayo namun kedepan akan lebih intensif lagi. “Kita sudah melakukan pendataan namun masih banyak yang belum terdata. Dalam waktu dekat ini kita akan data kembali permainan tradisional rakyat Gayo dan kita berharap mendapat dukungan dari semua pihak agar data tersebut dapat dibukukan dan dijadikan sebagai muatan lokal bagi siswa di Gayo,” ujar Khalisuddin.Pengakuannya, FORMI Aceh Tengah yang terbentuk setahun lalu bekerjasama Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dengan sejumlah pihak termasuk media Lintas Gayo sudah melakukan berbagai upaya melestarikan permainan rakyat Gayo seperti menggelar lomba Gasing di Pegasing Aceh Tengah, pertunjukkan Ketibong di sungai Peusangan dan tahun 2012 ini dalam menyongsong Festival Danau Lut Tawar 2013 direncanakan akan menggelar sejumlah lomba permainan tradisional

“Dalam pendataan dan acara perlombaan permainan rakyat nantinya, kami berharap dukungan masyarakat Gayo untuk berpartisifasi serta memberikan informasi sebanyak-banyak,” harap Khalisuddin.
 
 
 sumber : www.lintasgayo.com
Baca Selengkapnya

Festival Kopi Tampilkan Jeungki Penumbuk Kopi



Ada yang menarik di ajang Aceh Food and Coffee Festival (AFCF) 2012 kali ini. Festival yang diagendakan menjadi kegiatan tahunan di Kota Banda Aceh ini, kali ini tidak hanya menampilkan kopi utuh siap minum, melainkan juga kisah mengolah bebijian kopi hingga menjadi biji kopi siap minum.
Di arena festival di tampilkan juga alat penumbuk biji kopi tradisional, bernama Jeungki. Jeungki adalah sejenis lesung penumbuk kopi yang terbuat dari batang kayu. Tak ayal, banyak pengunjung yang tertarik melihat Jeungki bahkan berfoto sambil bergaya menumbuk kopi.

"Dahulu, hampir di semua rumah di Aceh memiliki Jeungki, karena alat ini diperlukan untuk menumbuk, apakah itu menumbuk kopi ataupun menumbuk beras, dan saat ini nyaris tidak kita temukan lagi," jelas Wali Kota Banda Aceh Mawardy Nurdin, saat membuka Aceh Food and Coffee Festival (AFCF) 2012, Rabu malam (31/10/2012).

Disebutkan Mawardy Nurdin, duduk dan ngobrol di warung kopi memang menjadi kebiasaan masyarakat Aceh. Di warung kopi masyarakat bisa membicarakan suatu masalah seperti sosial, keagamaan dan politik, hingga berjam-jam, sehingga Aceh terkenal dengan kopinya.

"Mungkin ini kebiasaan kurang baik, yang menyebabkan warga menjadi tidak produktif karena kebanyakan ngobrol. Tapi kondisi ini menjadi berbeda sekarang, karena warung kopi kini lebih dimanfaatkan untuk berdiskusi, belajar hingga berbisnis. Apalagi semua warung kopi kini dilengkapi sarana internet nirkabel, sehingga pengunjung bisa browsing mulai dari bahan pelajaran bagi siswa dan mahasiswa hingga keputusan bisnis bagi pelaku usaha," jelas Mawardy.

Ketua Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo, Mustafa Ali mengatakan, budaya mengolah kopi secara tradisional kini mulai terkikis dengan kemajuan teknologi."Untuk itu, budaya menumbuk pakai Jeungki ini harus dilestarikan dan dipertahankan, karena hanya ini saja yang membuat kopi Aceh itu menjadi khas dan berbeda," katanya.

Festival kopi yang diisi oleh 37 stand itu berlangsung hingga tanggal 4 November 2012. Festival yang digelar untuk kedua kalinya itu juga menampilkan aneka makanan khas Aceh, termasuk demo masak makanan khas Aceh dan kuah beulangong alias gulai kari daging kambing.

sumber : http://regional.kompas.com
Baca Selengkapnya

Adu 'Balapan Kupi' di Festival Kopi Aceh


Wali Kota Banda Aceh, Ir Mawardy Nurdin MEngSc, tadi malam, membuka Aceh Food and Coffee Festival (AFCF) 2012 yang digelar di Taman Sari Banda Aceh. Salah satu agenda dalam kegiatan yang berlangsung mulai 31 Oktober hingga 4 November itu, adalah “Balap Kupi” atau lomba minum kopi panas.

Informasi yang diperoleh Serambi dari panitia, AFCF 2012 diikuti 37 pengusaha kopi dari berbagai daerah di Aceh. Jika pada AFCF 2011, kopi dan kuliner khas Aceh hanya dijadikan pengisi stan pameran, tahun ini beberapa konten acara sengaja dibuat untuk mengangkat cita rasa kopi Aceh dan masakan tradisi.

Salah satunya adalah lomba minum kopi panas (Balap Kupi). Lomba ini akan diikuti oleh peserta dari perusahaan-perusahaan pengguna Jamsostek dan antarkomunitas ngopi di Aceh. Selain itu, juga ada demo masak kue khas aceh, pesta kue tradisional, khanduri kuah sie kameng (kenduri gulai kambing) dan workshop masakan tradisi lainnya.

Untuk lomba minum kopi panas ini, sesuai jadwal yang sudah ditentukan panitia, akan dilaksanakan pada Sabtu (3/11) pukul 11.00-12.00 WIB dan Minggu (4/11) pukul 16.00-18.00 WIB. 

Sementara itu, Wali Kota Banda Aceh Mawardy Nurdin, saat membuka AFCF 2012 mengatakan, sebagai bentuk apreasi terhadap produsen dan pengusaha kopi di Aceh, ia melibatkan banyak pengusaha kopi yang terlibat langsung, baik sebagai pedagang, eksportir, pengusaha bubuk kopi hingga pengusaha warung kopi seluruh Aceh.

Di samping melibatkan pengusaha, katanya, sebagai bentuk edukasi tentang kopi juga menghadirkan cupping test (ahli citarasa kopi) yang sudah memperoleh sertifikat dari luar negeri, Barista Workshop (standarisasi rasa kopi), Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo (MPKG), Forum Kopi Aceh (FKA) dan 30 pengusaha dari Malaysia, Festival Kopi dan Kuliner Aceh itu digelar untuk menyambut Visit Aceh Year 2013.

Di sisi lain, Ketua MPKG, Drs Mustafa Ali mengatakan, pada acara lelang kopi di Kota Denpasar, Bali, beberapa tahun lalu, Kopi Arabika Gayo berhasil meraih nilai tertinggi yang memiliki citarasa prima melalui test cup (uji citarasa) yang diikuti oleh produsen kopi dunia dan seluruh produsen Kopi Spesialty di Indonesia.

“Kopi Gayo Spesialty berhasil meraih juara pada lelang kopi di Privinsi Bali dua tahun lalu,” ujar Mustafa Ali yang juga Ketua Forum Kopi Aceh.(min/sar/saf)

Dibuka dengan Jeungki
PADA pembukaan Aceh Coffee and Food Festival 2012, Wali Kota Banda Aceh, Mawardy Nurdin membuka even itu dengan menginjak Jeungki atau Lesung sebagai alat penumbuk kopi pada masa lalu. Alat tumbuk kopi tradisional itu sudah disiapkan di depan panggung utama dengan bahan kayu mirip jeungki asli.

Jengki atau jingki adalah alat penumbuk kopi atau padi yang digunakan masyarakat Aceh pada masa lalu sebelum mengenal alat giling modern (mesin penggiling). Pada lokasi festival, puluhan outlet warung dengan berbagai merek menyediakan minuman kopi dengan berbagai pilihan rasa, seperti Kopi Latte, Americano, Black Coffee, Espresso dan berbagai nama dengan citarasa yang berbeda.(min)

Prospek Bisnis Menjanjikan
PENGAMAT Kopi di Banda Aceh, Muhammad Nur H ABD ABS, mengatakan prospek bisnis kopi di Aceh masih menjadi lahan yang menjanjikan apabila dikelola dengan baik dan profesional.

Menurutnya, tren penikmat kopi di Aceh sudah berubah seiring perkembangan. Dulu penikmat kopi hanya mengenal kopi racikan tradisonal berbahan baku Kopi Robusta. Sekarang sebagian penikmat kopi beralih ke Kopi Original (Pure Coffee), kopi yang diroasting (gongseng) tanpa campuran. Umumnya menggunakan bahan baku Kopi Arabika.

“Perkiraannya sekarang ada sekitar 40 persen penikmat kopi sudah beralih ke kopi original, walau juga tanpa meninggalkan kopi tradisional,” kata pengusaha Warung Kopi Rumoh Aceh ini.

Dia sebutkan pihaknya terus melakukan upaya edukasi kepada generasi muda tentang berbagai informasi kopi original sehingga dapat menarik minat investor atau pembeli melirik pangsa pasar kopi Aceh. M Nur juga menilai penyelanggaraan AFCF 2012 langkah strategis dalam upaya memperkenalkan cita rasa kopi dan kuliner tradisional khas Aceh kepada masyarakat luas.

sumber : http://aceh.tribunnews.com
Baca Selengkapnya

Banda Aceh Gelar Festival Kopi


Pemkot Banda Aceh menggelar festival kopi dan kuliner khas dengan tujuan meningkatkan citra positif daerah melalui promosi serta menumbuhkan rasa cinta terhadap produk lokal.

"Festival kopi dan kuliner khas Aceh telah menjadi agenda tahunan dan kami optimistis akan menyedot banyak kunjungan," kata Kepala Dinas Kebudayaaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh Reza Fahlevi di Banda Aceh, Rabu (31/10/2012).

Kegiatan wisata itu selama lima hari terhitung sejak 31 Otober 2012, dan dipusatkan di Taman Sari atau pusat kota berpenduduk hampir 300 ribu jiwa tersebut. Festival itu juga bertujuan meningkatkan semangat wirausaha para pengusaha lokal untuk terus mengembangkan usaha berbasis kopi dan kuliner khas Aceh.

Reza Fahlevi menambahkan, festival yang telah dilaksanakan dua kali itu mengusung tema "Sajian Kutaradja, Citarasa Dunia" dan kegiatan tersebut antara lain meliputi pameran kopi dan kuliner khas Aceh dengan sebanyak 38 peserta.

"Para peserta itu tidak hanya terbatas ditingkat lokal (Aceh) tapi juga luar Aceh yakni pengusaha warung kopi tradisional, coffee roaster, petani dan perajin kopi, cupper, pengusaha makanan, distributor dan pengusaha kopi," kata dia menambahkan.

Ia menjelaskan, masyarakat Aceh sangat lekat dengan budaya minum kopi (ngopi). Namun secara umum tidak banyak yang mampu mengenali cita rasa khas kopi Aceh. 

Oleh karena itu, melalui kegiatan tersebut maka diharapkan para pengunjung, terutama masyarakat Aceh dapat mengenali cita rasa khas sehingga semakin cinta terhadap produk kopi daerah ini. 

Festival itu juga dihadiri para ahli dengan sertifikasi internasional yang tujuannya meningkatkan pengetahuan pengunjung, khususnya masyarakat Aceh terkait dengan proses tanam, panen, pengolahan, sampai penyajian kopi yang baik. 

"Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan keahlian para barista lokal maka  digelar sesi pembelajaran tentang cara menguji cita rasa khas kopi termasuk juga barista workshop bagi penyajian kopi yang lebih baik dan indah," kata Reza Pahlevi.

sumber : http://travel.kompas.com
Baca Selengkapnya