Ini Hanya Blog Biasa yang Menyediakan Informasi Hal-hal Menarik Tentang Aceh.
Kuah Pliek-U, Gulai Para Raja
Masakan atau gulai khas Aceh.
Okezine - Template
Mesjid Raya Baiturrahman
Saksi bisu sejarah Aceh.
Okezine - Template
Tari Saman
Satu ciri menarik dari tari Aceh
..
Prev 1 2 3 Next

Sunday, 21 October 2012

Amazing, Akhirnya Lubok Sukon jadi Desa Wisata di Aceh

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh menetapkan Gampong (desa) Lubok Sukon di Kabupaten Aceh Besar, sebagai ikon Aceh dalam dunia pariwisata. Gampong Lubok Sukon telah melalui berbagai tahapan seleksi oleh Pemerintah Aceh sehingga ditetapkan sebagai Desa Wisata Aceh guna mendukung peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke Aceh.

Pada peluncuran Lubok Sukon sebagai Desa Wisata, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Jasman J Ma'ruf mengatakan, terpilihnya Gampong Lubok Sukon menjadi Desa Wisata Aceh tahun 2013 karena telah memenuhi empat kriteria dasar yakni asli, lokal, unik dan indah. Empat kriteria menjadi Desa Wisata Aceh tersebut akan menjadi ikon bagi wisatawan untuk melihat dan merasakan kondisi keunikan asli Aceh.

Lubok Sukon dijadikan Desa Wisata guna meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dari dalam negeri dan mancanegara untuk melihat langsung miniatur berbagai sisi kehidupan Aceh di perkampungan itu. "Gampong ini memang sudah merepresentasikan kehidupan asli Aceh yang sebenarnya, seperti kuliner Aceh yang khas dan asli, rumah tempat tinggal warga yang masih merupakan rumah Aceh asli dengan pagar daun teh, serta tata ruang dan kehidupan masyarakat yang tidak terpengaruh sisi negatif modernisasi," ujar Jasman saat upacara peluncuran Desa Wisata Lubok Sukon, Senin (15/10/2012) sore.

Setiap wisatawan yang berkunjung ke Lubok Sukon, tambah Jasman, bisa menginap langsung di rumah warga dan bisa mengikuti keluarga yang ditumpangi. "Misalnya para wisatawan boleh ikut ke sawah, ikut berkebun menanam sayur, memasak masakan khas aceh, bahkan ikut berbaur dalam rutinitas keluarga tempat mereka tinggal," jelas Jasman.

"Sehingga bisa disebutkan Lubuk Sukon sebagai The Truly Aceh," tambah Jasman.

Sementara itu, Asisten II Pemerintahan Aceh, Said Mustafa, mengaku saat ini tren wisata alami dan natural menjadi pilihan bagi para wisatawan. "Oleh karena itu dalam menyambut Tahun Kunjungan Aceh 2013 kita juga menyiapkan fasilitas wisata alami dimana para wisatawan akan mendapatkan kenyamanan yang berbeda dari yang wisata biasanya," ujar Said Mustafa.

Senada dengan itu, Bupati Kabupaten Aceh Besar, Mukhlis Basyah, menyambut baik terpilihnya Gampong Lubok Sukon menjadi desa wisata, sebuah destinasi wisata bagi para wisatawan yang berkunjung ke Aceh. "Di Kabupaten Aceh Besar sendiri, ada banyak lokasi wisata sejarah dan religi yang memang belum tersentuh secara profesional dan kami berharap pelan-pelan ini bisa dikembangkan demi menjaring wisatawan datang berkunjung ke Aceh," kata Mukhlis.

Saat ini ada empat lokasi yang akan dijadikan desa wisata di Aceh, selain Lubok Sukon. Diantaranya adalah Desa Lampulo di Kota Banda Aceh. "Desa ini masuk 10 besar desa terbaik tingkat nasional," kata Asisten II Pemerintahan Aceh, Said Mustafa.

Gampong Lubok Sukon memiliki luas 112 ha dengan jumlah penduduk sebanyak 920 jiwa. Gampong Lubok Suko merupakan salah satu gampong (desa) di Aceh yang masih terjaga kearifan lokalnya, masih tinggi rasa sosialnya dan masih ada kegiatan peringatan hari besar Islam dan tradisi masyarakat tradisional. 

sumber : Klick Disini
Baca Selengkapnya

Andi RIF : "Pantai Aceh Sangat Indah"

Andi, vokalis group musik Rif memuji keindahan pantai Aceh. “Setelah belasan tahun di industri musik, kenapa baru sekarang saya ke Aceh, padahal pantainya sangat indah,” katanya disambut tepuk tangan pengunjung pantai Lampuuk, Minggu sore, 21 Oktober 2012.

“Mudah-mudahan suatu hari saya bisa datang kembali, pastinya dalam rangka liburan.” Andi Vokalis Band Rif datang ke Aceh, untuk mengisi konser Gebyar Raya A Mild.Konser yang hanya menghadirkan Andi (tanpa group band Rif) menyedot perhatian ratusan pengunjung pantai berpasir putih tersebut. Sorak-sorai penonton terlihat saat vokalis yang tampil nyentrik dengan setelen topi cowboy itu.

Group musik Rif rencananya akan menggelar konser di Aceh, Desember, akhir tahun ini. “Sekarang dalam rangka persiapan, mudah-mudahan jadi, karena ini konser pertama kita di Aceh,” sebut Andi.
sumber : Klick Disini
Baca Selengkapnya

Ini Dia Pemenang Duta Wisata Aceh 2012

Muhammad Fathun dari Banda Aceh dan Yosa Lanovastia dari Aceh Barat Daya (Abdya), dinobatkan sebagai Duta Wisata Aceh 2012 dalam prosesi pemilihan yang diikuti oleh pasangan Agam-Inong utusan 22 kabupaten/kota di Aceh, di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh, Sabtu (20/10) malam tadi.

Ketua Dewan Juri, Arifin Syama’un, mengatakan selain menetapkan juara terpilih berdasarkan peringkat nilai (lihat: Pasangan Juara-red), Dewan Juri Duta Wisata Aceh 2012 juga memilih enam peserta dengan kriteri khusus. Untuk kriteria intelegensi terpilih Fajar Hidayat dari Aceh Tamiang dan Syarifah Munira dari Banda Aceh.

Kriteria penampilan terbaik T Muammar Qhadafi Tuwasza dari Pidie, dan Suci Taharatunnisa dari Lhokseumawe. “Sedangkan kriteria presentasi terbaik dinobatkan kepada Azhiemi Iqbal dari Aceh Selatan dan Siti Hajar dari Bener Meriah,” kata Arifin, yang didamping anggota Dewan Juri masing-masing Muchtar Mahmud, Nur Janah Nitura, Yuniati, dan Salman Abdul Muthalib.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Parawisata (Disbudpar) Aceh, Jasman J Ma’aruf mengatakan, peserta yang terpilih sebagai Juara I Duta Wisata Aceh 2012 akan diikutkan mewakili Aceh ke pemilihan Duta Wisata Nasional yang akan digelar di Bali, pada 18-22 Desember mendatang. “Kita menargetkan bisa masuki dalam 5 Besar dalam pemilihan Duta Wisata Nasional itu,” katanya.

Sedangkan Untuk juara dan runner up, tambah Jasman, akan menjadi panitia yang akan mempersiapkan acara pemilihan Duta Wisata Aceh 2013 dan pemilihan Duta Wisata Nasional 2013 yang akan digelar di Aceh. “Kita juga akan persiapkan mereka yang terpilih malam ini untuk dilatih tentang objek wisata dan daya tarik budaya kita. Karena kita ingin menjadi Aceh sebagai wisata religi bernuansa budaya pertama di Asia Tenggara,” ujarnya.

Sedangkan Staf Ahli Gubernur Aceh, Ismayani, mengharapkan kepada peserta yang menang atau tidak menang agar tetap mempromosikan wisata Aceh. Begitu juga dengan duta wisata dari tingkat kabupaten/kota agar tetap mempromosikan dan menjadi duta wisata bagi kabupaten/kota masing-masing termasuk mempromosikan Aceh. “Kita berharap agar wisata Aceh menjadi investasi yang menguntungkan di masa depan,” harap Ismayani yang mewakili Gubernur Aceh.(adi)

pasangan juara

* Juara I: Muhammad Fathun (Banda Aceh) dan Yosa Lanovastia (Abdya) * Juara II: Muhammad Anis Kelda (Aceh Timur) dan Afla Nadya (Aceh Barat) * Juara III: T Akbar (Aceh Utara) dan Rizki Hawalaina Aceh Tengah) * Juara Harapan I: Abrar Hidayatullah (Lhokseumawe) dan Misrul Rahmi Utami (Sabang) * Juara Harapan II: Rahmat Akbar (Aceh Tengah) dan Afyela Risqa (Aceh Utara) * Juara Harapan III: Ichwan Hassafa dan Winda Ulfa (keduanya dari Aceh Besar).

sumber : Klick Disini
Baca Selengkapnya

Abu Lam U, Ulama Pendidik Melalui Syair

Abad ke 17 merupakan puncak zaman keemasannya. Hal ini dibuktikan dengan tampilnya ulama-ulama besar, seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani, Nuruddin Al Raniri, dan Abdur-Rauf Singkel.
Kemajuan yang dialami tersebut ternyata tidak selamanya abadi, karena lambat laun daerah yang juga dijuluki dengan sebutan Serambi Mekkah ini tidak pernah “sepi” dari polemik bahkan konflik yang berkepanjangan, bahkan kondisi tersebut masih terjadi hingga hari ini.

Walaupun demikian, daerah ini masih menyisakan ulama-ulama yang memiliki komitmen yang tinggi dalam mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan kepada masyarakat.Tulisan ini mencoba mendeskripsikan salah seorang tokoh ulama abad ke-20, yaitu Tgk. Abdullah Lam U yang lebih popular dengan gelar Abu Lam U. Ulama ini memiliki keahlian di bidang seni syair dalam “membumikan” nilai-nilai keagamaan kepada masyarakat, seperti yang akan diuraikan selanjutnya.

Biografi Singkat Abu Lam U

Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Umar bin Auf Lam U, selanjutnya disebut Abu Lam U. Dilahirkan di Lam U Aceh Besar pada penghujung abad ke-19, yaitu tahun 1888 M (1305 H).Pada masa kelahirannya, kerajaan Aceh baru beberapa tahun memulai perang melawan aggressor Belanda. Jadi, dalam kondisi demikianlah ulama ini tumbuh dan berkembang serta dibina oleh ayahnya sehingga menjadi ulama yang memiliki nama yang cukup popouler, khususnya di bidang keagamaan.Abu Lam U adalah putra Tgk. Chik Umar Lam U, ulama asli Aceh –bukan pendatang– yang memiliki keahlian dalam ilmu Fiqh dan hafidz al Qur`an. Ayah Abu Lam U memiliki 3 orang isteri; seorang berasal dari Yan (Malaysia).

Melalui isterinya ini lahir 2 ulama besar, yaitu: Tgk. Ahmad Hasballah Indrapuri yang populer dengan nama Abu Indrapuri (lahir pada 1888 M/1305H), dan Tgk. Muhammad Dahlan atau Tgk. Madhan, yang bergelar Tgk. Chik di Yan (lahir pada tahun 1891 M/1308H). Isterinya yang kedua bernama Nyak sunteng berasal dari Lam U.Abu Lam U memulai pendidikan dasar dari ayahnya, Tgk. Umar (Tgk. Umar Di Yan). Materi dasar yang dipelajarinya adalah Al Qur`an, menulis Arab, tauhid, dan ibadah. Setelah mendapat pendidikan dasar dari ayahnya, Abu Lam U melanjutkan pendidikanya pada dayah Piyeung, sebuah desa dalam kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar, yang berjarak 8 km dari kampungnya.

Gurunya di dayah ini bernama Abdullah bin Al Faqih yang juga ulama ternama. Melalui guru ini Abu Lam U mendalami materi tauhid, fiqh, sejarah Islam, Nahwu, Sharaf, dan lain-lain.Faktor integritas intelektual yang baik yang dimiliki Abu Lam U menyebabkan gurunya tertarik kepadanya. Selain dijadikan menantu, ia juga sering dibawa pergi oleh Abdullah bin al Faqih ke daerah lain, dan di sanalah ia bertemu dengan tokoh-tokoh kenamaan dan berkenalan dengan para thalib (pelajar) lainnya.

Ulama dari Lam U ini juga pernah menimba ilmu di negeri jiran, Malaysia, tepatnya di kampung Yan. Di sana ia belajar pada seorang ulama yang dikenal dengan nama Teungku Chik di Bale.Putera Tgk. Umar ini pernah juga melakukan pengembaraan intelektualnya hingga ke Makkah bersamaan dengan pelaksanaan ibadah haji pada tahun 1924. Ia menetap di sana selama 6 bulan dan menimba ilmu dari guru-guru besar yang mengajar di Masjidil Haram.

Di negeri kelahiran nabi inilah Abu Lam U memperoleh informasi modernisasi pendidikan, sehingga Abu Lam U termasuk salah seorang dari ulama PUSA yang turut melakukan modernisasi pendidikan di Aceh sebelum kemerdekaan Indonesia. Berkat ketekunan dan kegigihan dalam menimba ilmu, akhirnya Abu Lam U merupakan bagian dari ulama Aceh yang memiliki kapasitas ilmu keagamaan yang dalam, khususnya di bidang ilmu kebahasaan, tauhid, fiqh, dan sejarah. Hal ini tercermin dari kedudukan dan pengaruhnya dalam masyarakat serta karya yang pernah ditulisnya.

Kedudukan dan Pengaruhnya dalam Masyarakatat

Abu Lam U tidak merasa sulit dalam mengabdikan ilmunya kepada masyarakat karena ayahnya, Tgk. Umar, memiliki lembaga pendidikan dayah, tempat dirinya menimba ilmu dasar pada masa kecil. Sepeninggal ayahnya, Abu Lam U melanjutkan kepemimpinan pada dayah tersebut. Jadi, tugas utama Abu Lam U adalah mengelola dayah tersebut.

Di samping itu, putra Abu Umar ini juga turut aktif mengajar masyarakat di sekitar kampung tersebut. Pembinaan nilai-nilai agama yang diberikan kepada mereka dikenal dengan meusifeut. Kegiatan ini biasanya dipentaskan bersama-sama secara sinkron hingga merupakan suatu kegiatan seni tari, karena ada gerakan kepala dan badan.

Demikian pula suara yang ditimbulkan olh para pesertanya yang melahirkan sebuah kepaduan. Karena ada rasa seni dan rangsangan dalam kegiatan ini, maka sari pelajaran yang diajarkan akan lebih mudah dipahami dan diterima oleh pelakunya sendiri bahkan juga orang yang turut menyaksikannya. Melalui meusifeut, masyarakat memperoleh ilmu pokok agama tentang tauhid dan aqidah, fiqh, akhlak/tasawuf, sejarah, dan lain-lain.

Abu Lam U juga pernah memangku jabatan qadhi pada masa Panglima Polem Muhammad Daud Syah. Ia juga memiliki andil besar dalam organisasi PUSA, oleh karenanya, dia merupakan bagian dari anak bangsa Aceh yang telah mereform sistem di Aceh. Putra Abu Umar ini juga merupakan bagian dari anggota Syarikat Islam (SI), organisasi politik yang turut membidani kemerdekaan Indonesia di Aceh.

Dari uraian di atas tampak dengan jelas bahwa Abu Lam U merupakan seorang tokoh Ulama Aceh pada masanya. Karena ketokohannya, putra Abu Umar ini termasuk salah seorang ulama yang diperhitungkan, sehingga sering sekali diundang dalam pertemuan-pertemuan besar yang dilakukan oleh Pemerintah, seperti undangan untuk menghadiri peletakan batu pertama berdirinya Kota Pelajar Mahasiswa Darussalam (Kopelma Darussalam) yang dilakukan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 2 September 1959.

Setelah sekian lama Abu Lam U mendermakan ilmunya kepada masyarakat luas, akhirnya pada tanggal 4 Juni 1967 berpulang ke rahmatullah dalam usia 79 tahun. Semoga amal baiknya diteladani oleh anak bangsa yang ada di Nanggroe Aceh Darussalam dan mendapat ridha dari Allah SWT.

Sekilas Tentang Karyanya

Abu Lam U merupakan salah seorang tokoh intelektual muslim Aceh abad XX. Ia juga merupakan ulama yang aktif dan produktif. Aktif berarti mau menulis dan hal ini terbukti dengan adanya 3 risalah yang ditinggalkannya, yaitu: Munjiatul Anam (Penyelamat Manusia), Mursyidul Anam (Penuntun Manusia), dan Sejarah Nabi Muhammad.

Produktif dalam arti bahwa karyanya, terutama Munjiatul Anam, banyak digunakan oleh masyarakat Aceh, terutama di desa-desa di kawasan Aceh Besar, hingga saat ini.
Tgk. Abdullah Lam U yang lebih popular merupakan salah seorang ulama Aceh yang telah berupaya maksimal mendidik anak bangsa di Aceh, khususnya di Aceh Besar, agar mengetahui berbagai ajaran agama yang dibawa oleh Rasul.

Cara putra Tgk. Umar ini mengajarkan ilmu agama dengan menggunakan pendekatan syair tampak menjadi strategi yang jitu, khususnya penyampaian bagi masyarakat awam, karena cara tersebut tidak terkesan memaksa dan tidak pula membuat masyarakat jenuh.

Dewasa ini cara tersebut semakin “membumi” di Aceh, khususnya dalam kegiatan dala’il khairat seiring dengan implementasi syariat Islam di Aceh. Oleh karena itu, Abu Lam U dapat dikategorikan sebagai ulama pendidik melalui syair.

sumber : Klick Disini
Baca Selengkapnya

ABU KEUMALA, Ulama yang Sederhana dan Menyukai Kholwat

Secara umum masyarakat di Aceh lebih mengenal Teungku Haji Syihabuddin Syah dengan nama Abu Keumala, nama tersebut merupakan nama panggilan beliau sewaktu mengaji di Labuhan Haji. Selain sebagai ulama, Abu Keumala juga di kenal sebagai orator ulung di masanya. Keunikan pidato Abu Keumala adalah apa saja yang dilihat atau yang sedang terjadi, bisa beliau ciptakan sebagai perbandingan dalam berpidato, terutama yang menyangkut tentang masalah ketauhidan.

Abu Keumala merupakan pencerah di bidang Tauhid Sehingga beliau juga di gelar sebagai Ulama Tauhid. Disamping mengadakan pengajian dan ceramah, Abu Keumala juga aktif menulis, di antara buku karangan beliau yang terkenal adalah Risalah Makrifah.
Asal usul
Seuneuddon merupakan salah satu kecamatan di pesisir Aceh Utara, daerah ini telah banyak melahirkan ulama–ulama besar, tapi kebanyakan ulama tersebut tidak bermukim di Seuneuddon. Di antara ulama besar  yang tidak bermukim di Seuneuddon tersebut adalah: Teungku Muhammad (Abu Seuriget) Pimpinan Dayah Darul Muarif Langsa, Teungku Muhammad Amin pendiri dayah Malikussaleh Panton Labu (mulai tahun 1965–1975), Teungku Ibrahim Bardan (Abu Panton) pimpinan Dayah Malikussaleh di Panton Labu (mulai tahun 1975 hingga sekarang), Teungku Karimuddin (Abu Alue Bilie) pimpinan dayah Babussalam Panteu Breuh, Kemudian Teungku Syihabuddin Syah atau yang lebih terkenal dengan panggilan Abu Keumala juga berasal dari Seuneuddon, tepatnya di desa Tanjong Pineung, beliau lahir sekitar tahun 1928.

Ketinggian ilmu agama Teungku Syihabuddin Syah karena beliau merupakan murid ulama–ulama besar di Aceh. Semenjak remaja Teungku Syihabuddin Syah sudah belajar di dayah Keumala Kabupaten Pidie kemudian di dayah Labuhan Haji, Aceh Selatan yang dipimpin oleh ulama besar Teungku Haji Muhammad Waly Al-Khalidi (Abuya Muda Waly). Karena lama belajar di dayah Keumala , maka Teungku Syihabuddin Syah dikenal dengan panggilan Teungku Keumala atau Abu Keumala.

Mungkin panggilan seperti ini agak sedikit tidak lazim, karena biasanya seorang ulama dipanggil berdasarkan nama kampung asal atau tempat di mana beliau menetap, bukan dimana tempat beliau mengaji. Teungku Syihabuddin Syah menikah pada tahun 1957 dengan salah seorang putri yang merupakan  cucu gurunya di Keumala, dari perkawinan tersebut beliau dianugrahi Sembilan orang anak.

Bermukim di Medan
Ketika  Konflik bersenjata di Aceh tahun 1953, beliau memperlihatkan sikap tidak menyetujuinya. Karena itu beliau pindah ke Medan. Seorang pemuka masyarakat, Haji Manyak Meureudu, mewakafkan sebidang tanah 25 x 25 meter yang diatasnya ada bangunan sederhana terletak dipasar II jalan Sei Wampu, Kampung Babura, Medan Baru. Di tempat ini ditampung 30 orang pelajar Aceh yang menuntut ilmu di berbagai peguruan tinggi di Medan. Di tempat itu juga Ustadz Syihabuddin memberi pelajaran agama, baik bagi penghuni asrama maupun bagi kaum muslimin di sekitar  tempat itu. Di tempat itu juga Ustadz Syihabuddin memberi pelajaran agama kepada keluarga – keluarga tokoh – tokoh masyarakat Aceh di Medan.

Pertikaian antara dua etnis di Medan pada tahun 1956, menyebabkan Asrama Pelajar di Pasar II Jalan Sei Wampu Kampung Babura Medan Baru, diserbu oleh sekitar 36 orang tidak dikenal. Asrama tersebut di porak–porandakan, kemudian dibakar. Penghuninya Teungku Syihabuddin Syah yang mengajar di tempat itu di pukul dengan broti di  kepalanya hingga tidak berdaya namun beliau dapat di selamatkan ke rumah sakit.

Hancurnya asrama yang selama itu di huni oleh 30 orang pelajar dan mahasiswa  yang juga tempat pengajian bagi masyarakat yang ada di sekitar tempat itu, maka menjadi masalah bagi pemuka – pemuka masyarakat Aceh di Medan. Mereka mencari jalan untuk menampung pelajar dan mahasiswa yang asramanya tidak ada lagi juga tempat pengajian telah porak–poranda.

Pendirian Sekolah Islam
Masalah asrama pelajar/mahasiswa Aceh sekaligus tempat pengajian berhasil diatasi pada tahun 1956 itu juga. Hal itu berkat jasa baik Tuanku Hasyim S.H. atas nama Yayasan Sosial Medan mewakafkan sebidang tanah ukuran 9,5 x 17 meter. Di atas tanah itu ada bangunan tua yang dapat digunakan. Tanah itu terletak di pasar Melintang, sekarang Jalan Darussalam 24 Medan. Nama jalan itu diusulkan oleh Teungku Syihabuddin Syah kepada Wali Kota Medan dan di terima baik oleh Wali Kota, Haji Muda Siregar (tahun 1957).

Karena digunakan untuk kegiatan pendidikan agama, maka pada tahun 1960 tempat itu diberi nama Asrama  Madrasah Pesantren Miftahussalam. Kemudin dibuka SRI (Sekolah Rendah Islam), SMI (Sekolah Menengah Islam), SMIA (Sekolah Menengah Islam Atas), yang langsung dipimpin oleh  Teungku Syihabuddin Syah dan Teungku Abdussalam Abdullah. Nama tingkat pendidikan itu kemudian berubah menjadi Diniyah, Tsanawiyah, dan Aliyah.

Untuk memperkokoh perhatian kaum muslimin terhadap Miftahussalamah, Teungku Syihabuddin Syah mengajar orang–orang tua murid untuk mengikuti majelis pengajian yang diberi nama Safinatussalamah (kapal penyelamat), sedangkan yang menjadi guru adalah beliau sendiri. Pengajian itu berkembang dengan pesat di kota Medan. Pada waktu yang bergiliran Teungku Syihabuddin Syah memberi pengajian yang berjumlah sekitar 11 tempatdi Kota Medan dengan menggunakan kendaraan VW Combi yang di setir oleh beliau sendiri.

Nama komplek Asrama Madrasah Pesantren itu oleh Teungku Syihabuddin Syah diganti pada tahun 1977 menjadi Pendidikan Islam Miftahussalam. Lancarnya pembangunan komplek Miftahussalam itu atas dasar wakaf kaum muslimin, sehingga berhasil membuka  SLTP dan SMU Darussalam. Tenaga pengajarnya adalah para sarjana dari berbagai disiplin ilmu yang menjadi penghuni asrama.

Pendidikan Islam Miftahussalam telah berbadan hukum , yang Ketua Umumnya adalah Teungku Syihabuddin Syah, maka sekarang sudah lengkap tingkat pendidikan agama, dan juga SLTP dan SMU. Komplek Miftahussalam pada tahun 2004 menampung sekitar 1500 siswa dan siswi yang belajar pagi dan sore. Siswi SLTP dan SMU semua berjilbab dan pada waktu shalat Ashar seluruh siswa yang belajar sore shalat berjamaah di Mesjid Taqarrub. Di komplek Mesjid Taqarrub juga dibuka TK Al-Qur’an.

Ketika Asrama dan Pesantren Miftahussalam masih merupakan bangunan yang sangat sederhana, Abu Keumala mempunyai ruangan sendiri sekaligus tempat tinggalnya. Selama beberapa tahun di tempat itu beliau melakukan Khulwah di setiap bulan Ramadhan. Selama Khulwah beliau tidak berbicara dengan siapapun, komunikasi dilakukan dengan surat menyurat.

Akhir hayat
Sebelum meninggal kesehatan beliau terus menurun. Mula–mula gangguan mata hingga tidak dapat membaca kitab, walaupun telah berobat ke dokter ahli mata di Medan, tidak juga membawa hasil. Juga di bawa berobat ke Penang namun tidak ada perobahan. Kemudian datang lagi gangguan penyakit gula. Begitu pun beliau tetap berusaha menjadi imam seperti dalam bulan Ramadhan. Juga beliau memberi kuliah agama, walaupun porsinya tidak seperti sebelumnya.

"Seorang demi seorang  benteng agama meninggalkan kita. Kita bersedih bukan karena kepergian beliau, tetapi karena hilangnya benteng agama, mujahid Islam yang telah banyak jasanya kepada masyarakat". Demikian dikatakan oleh Al-Ustadz Drs Haji Halim Harahap, mewakili para khatib Masjid Taqarrub Jalan Darussalam 26 ABC Medan, ketika melepas jenazah Al – Ustadz Teungku Haji Syihabuddin Syah atau Abu Keumala sebelum di berangkatkan ke tempat persemayaman terakhir di komplek perkuburan Mesjid Raya Al-Mansur jalan Sisingamangaraja, Medan.

Abu Keumala meninggal di rumah kediamannya di jalan Karya Bhakti Gang Rukun No: 2 Medan, setelah menderita sakit semenjak bulan April 2004. Beliau meninggal hari Jumat, 9 Juli 2004. Upacara pelepasan jenazah dilangsungkan di Mesjid Taqarrub, mesjid yang beliau bangun bersama kaum muslimin, baik yang ada di Medan maupun yang berada di luar Kota Medan.

Masjid tempat beliau mengucurkan ilmu agama, baik dalam pengajian baik dalam pengajian ibu–ibu dan bapak-bapal. Kuliah agama di berikan di mesjid itu terutama di bulan Ramadhan selesai Shalat Tarawih, kemudian kuliah Shubuh baik di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan.

Pada acara pelepasan juga ikut berbicara Prof Dr Haji Aslim Sihotang yang menguraikan tingginya ilmu yang di miliki oleh Almarhum Al–Ustadz Teungku Haji Syihabuddin Syah atau Abu Keumala. Ia menganjurkan supaya kitab yang ditulis olh Almarhum pada tahun 1983 yang 4 jilid berjudul Risalah Makrifah agar di cetak, yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh murid – muridnya. (Tgk Zulfahmi MR; staff pengajar di Dayah Raudhatul Maarif Cot Trueng – Muara Batu – Aceh Utara, Tulisan ini Merupakan nukilan dari buku : Biografi Ulama - Ulama Aceh Abad XX Jilid III).

sumber : Klick Disini
Baca Selengkapnya

Nama-nama Ulama Aceh Yang Perlu Kita Ketahui

Inilah daftar nama Ulama Aceh dalam Naskah Jawi/Jawoe
A.  Naskah Teungku Di Cucum ( Tambeh Gohna Nan )
  1. Teungku Di Lueng Keueng
  2. Abunek Krueng Kale
  3. Teungku Gle Payong
  4. Teungku Keuneu’eun
  5. Teungku Di Anjong
  6. Teungku Di  Li -eue
  7. Teungku Lam Bhuek
  8. Teungku Di Jurong
  9. Teungku Lam Gut
  10. Teungku Di Bitai
  11. Teungku Gle Weueng
  12. Teungku Di Reuloh
  13. Teungku Di Blang
  14. Teungku Di Meugong
  15. Teungku Di Jabo
  16. Tuwan Di Pulo
  17. Teungku Lhok Pawoh
  18. Teungku Lhok Nibong
  19. Teungku Di Pu-uek
  20. Teungku Di Meuse
  21. Teungku Syekh Saman
  22. Syiah ‘Abdurrauf ( halaman 19 – 20 )
  23. Teungku Di Ulee Gle
  24. Teungku Awe Geutah
  25. Teungku Batee Badan
  26. Teungku Ulee Jurong ( sama dgn no. 8 di atas?)
  27. Teungku Di Bathoh
  28. Teungku Di Peulumat
  29. Teungku Pante Peulumat
  30. Teungku Tanoh Mirah
  31. Teungku Tanoh Abee
  32. Teungku Gunong Ijo
  33. Teungku Di Baet
  34. Teungku Bak Keureuma
  35. Teungku Di Cot Bak Goeh
  36. Tuwan Di Cantek
  37. Teungku Salah Nama
  38. Teungku Anoe Manyang
  39. Tuwan Pulo Angkasa
  40. Teungku Paya Duwa
  41. Teungku Di Gandrien
  42. Teungku Lam Guha ( gelar atau sekedar sebutan?)
  43. Teungku Lam Duson ( ada orangnya atau hanya sebutan?)
  44. Teungku Syik Krueng Kale ( sama dgn no. 2 di atas?)
  45. Teungku Batu Bara
  46. Teungku Di Aron ( halaman 142, 152 – 174 )
  47. Teungku Syekh Abbas Kuta  Karang
  48. Teungku Muhammad Amin Dayah Cut
  49. Teungku Zainul Abidin
  50. Teungku Di Cot Plieng
  51. Teungku Pante Kulu
  52. Teungku Pante Ceureumen/Teungku Nyak Kob
  53. Tuwanku Raja Keumala
Kami mohon maaf karena tidak bisa memberikan info profil pribadi Ulama Aceh secara lengkap karena keterbatasan sumber dan media. Mudahan info ini bisa bermanfaat untuk para pembaca semua.
 
Baca Selengkapnya