Tari Ratéb Meuseukat merupakan salah satu tarian Aceh yang berasal dari Aceh. Nama Ratéb Meuseukat berasal dari bahasa Arab yaitu
ratéb asal kata
ratib artinya ibadat dan
meuseukat asal kata
sakat yang berarti diam.
Diberitakan bahwa tari Ratéb Meuseukat ini diciptakan gerak dan gayanya oleh anak Teungku Abdurrahim alias Habib Seunagan (Nagan Raya), sedangkan syair atau
ratéb-nya diciptakan oleh Teungku Chik di Kala, seorang ulama di Seunagan, yang hidup pada abad ke XIX. Isi dan kandungan syairnya terdiri dari sanjungan dan puji-pujian kepada Allah dan sanjungan kepada Nabi, dimainkan oleh sejumlah perempuan dengan pakaian adat Aceh. Tari ini banyak berkembang di Meudang Ara Rumoh Baro di kabupaten Aceh Barat Daya.
Pada mulanya Ratéb Meuseukat dimainkan sesudah selesai mengaji pelajaran agama malam hari, dan juga hal ini tidak terlepas sebagai media dakwah. Permainannya dilakukan dalam posisi duduk dan berdiri. Pada akhirnya juga permainan Ratéb Meuseukat itu dipertunjukkan juga pada upacara agama dan hari-hari besar, upacara perkawinan dan lain-lainnya yang tidak bertentangan dengan agama.
Saat ini, tari ini merupakan tari yang paling terkenal di Indonesia. Hal ini dikarenakan keindahan, kedinamisan dan kecepatan gerakannya. Tari ini sangat sering disalahartikan sebagai tari Saman milik suku Gayo. Padahal antara kedua tari ini terdapat perbedaan yang sangat jelas. Perbedaan utama antara tari Ratéb Meuseukat dengan tari Saman ada 3 yaitu, pertama tari Saman menggunakan bahasa Gayo, sedangkan tari Ratéb Meuseukat menggunakan bahasa Aceh. Kedua, tari Saman dibawakan oleh laki-laki, sedangkan tari Ratéb Meuseukat dibawakan oleh perempuan. Ketiga, tari Saman tidak diiringi oleh alat musik, sedangkan tari Ratéb Meuseukat diiringi oleh alat musik, yaitu
rapa’i dan
geundrang.
Keterkenalan tarian ini seperti saat ini tidak lepas dari peran salah seorang tokoh yang memperkenalkan tarian ini di pulau Jawa yaitu Marzuki Hasan atau biasa disapa Pak Uki.
Baca Selengkapnya
Tari Pho adalah tari yang berasal dari Aceh. Perkataan Pho berasal dari kata peubae, peubae artinya meratoh atau meratap. Pho adalah panggilan atau sebutan penghormatan dari rakyat hamba kepada Yang Mahakuasa yaitu Po Teu Allah. Bila raja yang sudah almarhum disebut Po Teumeureuhom.
Tarian ini dibawakan oleh para wanita, dahulu biasanya dilakukan pada kematian orang besar dan raja-raja, yang didasarkan atas permohonan kepada Yang Mahakuasa, mengeluarkan isi hati yang sedih karena ditimpa kemalangan atau meratap melahirkan kesedihan-kesedihan yang diiringi ratap tangis. Sejak berkembangnya agama Islam, tarian ini tidak lagi ditonjolkan pada waktu kematian, dan telah menjadi kesenian rakyat yang sering ditampilkan pada upacara-upacara adat.
Baca Selengkapnya
Salam alaikom walaikom teungku meutuah
Katrok neulangkah neulangkah neuwo bak kamoe
Amanah nabi...ya nabi hana meu ubah-meu ubah
Syuruga indah...ya Allah pahala prang sabi
Ureueng syahid la syahid bek ta khun mat
Beuthat beutan...ya Allah nyawoung lam badan
Ban sar keunung la keunung senjata kaf la kaf
Keunan datang...ya Allah pemuda seudang
Djimat kipah la kipah saboh bak jaroe
Jipreh judo woe ya Allah dalam prang sabi
Gugur disinan-disinan neuba u dalam-u dalam
Neupuduk sajan ya Allah ateuh kurusi
Ija puteh la puteh geusampoh darah
Ija mirah...ya Allah geusampoh gaki
Rupa geuh puteh la puteh sang sang buleuen trang di awan
Wat tapandang...ya Allah seunang lam hatee
Darah nyang ha-nyi nyang ha-nyi gadôh di badan
Geuganto le tuhan...ya Allah deungan kasturi
Di kamoe Aceh la Aceh darah peujuang-peujuang
Neubi beu mayang...ya Allah Aceh mulia
Subhanallah wahdahu wabi hamdihi
Khalikul badri wa laili adza wa jalla
Ulon peujoe poe sidroe poe syukur keu rabbi ya aini
Keu kamoe neubri beusuci Aceh mulia
Tajak prang meusoh beureuntoh dum sitre nabi
Yang meu ungkhi ke rabbi keu poe yang esa
Soe nyang hantem prang chit malang ceulaka tubuh rugoe roh
Syuruga tan roeh rugoe roh bala neuraka
Soe-soe nyang tem prang cit meunang meutuwah teubuh
Syuruga that roeh nyang leusoeh neubri keugata
Lindong gata sigala nyang muhajidin mursalin
Jeut-jeut mukim ikeulim Aceh mulia
Nyang meubahagia seujahtera syahid dalam prang
Allah peulang dendayang budiadari
Oeh kasiwa-sirawa syahid dalam prang dan seunang
Dji peurap rijang peutamông syuruga tinggi
Budiyadari meuriti di dong dji pandang
Di cut abang jak meucang dalam prang sabi
Oh ka judo teungku syahid dalam prang dan seunang
Dji peurap rijang peutamong syuruga tinggi
Hikayat Prang Sabi adalah sebuah hikayat yang diciptakan atau dikarang oleh Tgk Chik pante kulu yang merupakan sebuah syair kepahlawanan yang membentuk suatu irama dan nada yang sangat heroik yang membangkitkan semangat para pejuang Aceh dari zaman penjajahan portugis sampai zaman penjajahan Belanda hingga zaman TNA berperang dengan TNI.
Seperti saya kutip dari Forum AFC, Hikayat Prang Sabi adalah salah satu inspirator besar dalam menentukan perjuangan rakyat Aceh. Memang sejak dulu bangsa Aceh sangat akrab dengan syair-syair perjuangan Islam, sajak-sajak akan sebuah hakikat keadilan. Hikayat ini selalu diperdengarkan ke setiap telinga anak-anak aceh, laki-laki, perempuan, tua muda, besar kecil dari zaman ke zaman dalam sejarah Aceh sepanjang Abad.
Kalau kita belajar dari sejarah, maka Acehlah negeri yang paling ditakuti oleh Portugis dan sulit untuk ditaklukkan oleh Belanda sejak tahun 1873 serta Jepang. Beribu macam taktik perang yang digunakan oleh para penjajah tetapi tidak dapat menguasai Aceh yang unggul dengan taktik perang gerilyanya. Sejarah mencatat bahwa perang kolonial di Aceh adalah yang paling alot, paling lama, dan paling banyak memakan biaya perang dan korban jiwa penjajah.
Atas perintah Teuku Cik Di Tiro tahun 1881 di gubahlah syair Hikayat Prang Sabi oleh Teuku Chik Pante Kulu. Dan setiap akan berperang maka dibacakanlah syair itu di sawyah-sawyah menasah, di bacakan di desa-desa untuk mengobarkan semangat jihad ke masyarakat.
Dan hasilnya pada pertempuran di Kuto Lengat Biru 14 Juli 1904 wanita dan anak-anak yang syahid tercatat 316 orang. Semangat jihad inilah yang semakin tidak menggetarkan rakyat Aceh untuk terus berjuang.
Pihak Belanda pun kelimpungan untuk mengatasinya, dimulailah dikirim tokoh Belanda Snouck Hurgronje yang disusupkan untuk mempelajari kebudayaan Aceh menemukan jalan pikiran, sikap dan perilaku rakyat Aceh. Tujuh bulan di Peukan, Snouck bergaul amat rapat dengan ulama. Dan dengan diam-diam, hampir setiap malam, dia mencatat semua percakapannya dengan kaum ulama, struktur masyarakat Aceh, dan kedudukan ulama di mata rakyat. Lalu, dengan rapi catatannya itu dia persembahkan pada Gubernur Jenderal di Batavia.
Tak cukup dengan catatan itu, Snouck kemudian membuat buku, De Atjehers, yang memaparkan secara lengkap struktur masyarakat Aceh, kebudayaan, sampai posisi ulama. Segera buku itu menjadi terkenal, bahkan mendapat pujian dari para orientalis sebagai karya yang secara lengkap mengupas kebudayaan Islam di Aceh. Bagi Belanda, karya itu menjadi rujukan untuk menyusun taktik menghadapi perlawanan rakyat Aceh. Dan terbukti, Aceh pun kemudian mulai dapat dikalahkan.
Salah satu bagian paling penting dari Hikayat Prang Sabi adalah pendahuluan atau mukadimah. Bagian yang juga berbentuk syair ini menunjukkan secara jelas tujuan ditulisnya Hikajat Prang Sabi, dalam hubungannya dengan perang melawan Belanda. Setelah diawali dengan puji-pujian kepada Allah pencipta semesta alam, syair-syair pada mukadimah berlanjut pada seruan untuk perang Sabil. Juga disebutkan satu pahala yang dapat diperoleh bagi mereka yang berjihad dalam perang Sabil (jalan Allah-Red). Salah satu pahala yang akan diterima mereka yang mati syahid dalam perang tersebut adalah akan bertemu dengan dara-dara dari surga ( Bidadari ).
HIKAYAT PRANG SABI( Versi ASNLF )
Subhanallah Wahdahu Wabihamdihi
Khalikul Badri Walaili Azza Wa Jalla
Ulon Pujoe Poe Sidroe Poe
Syukor Keu Rabbi Ya Aini
Keu Kamoe Neubri Beu Suci Atjeh Mulia
Tajak Prang Musoh
Beuruntoh Dum Sitree Nabi
Nyang Meu Ungki Keu Rabbi
Keu Poe Nyang Esa
Meusoe Hantem Prang
Chit Malang Ceulaka Tuboh Reugoe Roh
Syuruga Han Roh Reugoe Roh
Balah Neuraka
Seusoe Nyang Tem Prang
Chit Meunang Meutuah Tuboh
Syuruga That Roh Nyang Leusoh
Geubrie Keu Gata
Lindong Gata Sigala
Nyang Mujahidin Mursalin
Jeut-jeut Mukim Ikeulim
Atjeh Merdeka
Nyang Meubahgia Sijahtra
Syahid Dalam Prang
Allah Bri Pulang
Den Dayang Budiadari
Ho Ka Siwa Sirawa
Syahid Dalam Prang That Seunang
Geupeurab Rijang Peutamong Syuruga Tinggi
Budiadari Meuriti Geudong Geupandang
Geu Eu Cut Abang Jak Meuprang
Dalam Prang Sabil
Ho Ka Judo Rakan `e
Syahid Dalam Prang That Seunang
Geupeurab Rijang Peutamong Syuruga Tinggi
Baca Selengkapnya