Salah satu yang istimewa di Aceh adalah adanya hak istimewa yang diberikan oleh pemerintah pusat untuk menerapkan syariat Islam. Walau sampai saat ini baru ’secuil’ yang diterapkan, namun bagi siapa saja yang pernah tinggal di Aceh akan merasakan adanya kedamaian. Teman saya (menikah dengan gadis Aceh) sesama pendatang di Aceh mengatakan, jika ingin mendidik anak dengan baik, Acehlah adalah salah satu tempat yang baik. Menurutnya, pengaruh ‘dunia luar’ yang bisa merusak kepribadian anak masih minimal. Saya setuju dengan hal itu karena saya merasakannya.
Salah satu hukum Islam yang diterapkan adalah kewajiban berjilbab bagi setiap muslimah Aceh yang sudah akil baligh. Namun tatkala saya memperhatkan foto mujahidah-mujahidah Aceh zaman dulu, tak satupun yang berjilbab. Palingan hanya ’selendang’ yg nyangkut di rambut. Coba lihat foto Cut Nyak Dhien, Cut, Keumala Hayati, Cut Meutia, Pocut Baren, dkk. Tidak ada satupun yg pake jilbab. Sy mengambil kesimpulan berarti dahulu kala tidak ada kewajiban pake jilbab di Aceh. Jadi kewajiban pake jilbab di Aceh sejak kapan? Bukankah sejak dahulu Aceh sudah dikenal sebagai Serambi Mekkah?
Ternyata Aceh dikenal sebagai Serambi Mekah bukan karena Aceh telah menerapkan Syariat Islam sejak dulu. Tapi dulunya Aceh adalah tempat transit terakhir seluruh calon jamaah haji dari seluruh nusantara sebelum ke tanah suci Mekkah. Dulu calon jamaah haji mesti menggunakan kapal laut ke Arab Saudi. Aceh adalah wilayah nusantara yang paling dekat dengan Arab Saudi bila dibandingkan dengan daerah lain. Sehingga semua jamaah haji berkumpul dan dikarantina di Aceh. Jadi ’serambi’ disini dimaknai sebagai tempat awal sebelum sampai ke Mekkah, bukan karena Aceh mirip dengan Mekkah yg lebih kental suasana keislamanya dan sebagian besar syariat sudah diterapkan. Aceh hanya sebatas ’serambi’ saja sebelum sampai ke Mekkah.
Kewajiban memakai jilbab secara resmi ditetapkan dalam Qanun (undang-undang) Aceh nomor 11 tahun 2001. Hal ini sebenarnya tidak lepas dari respon pemerintah pusat terhadap Aceh yg sedang dilanda konflik saat itu. Aceh ingin memisahkan diri dari Indonesia karena “katanya” Aceh ingin menerapkan syariat Islam secara kaffah. Namun hal itu tidak bisa dilakukan selama Aceh masih berada di bawah payung hukum Indonesia. Makanya kemudian Aceh diberikan keistimewaan untuk bisa menerapkan syariat Islam demi meredam keinginan memisahkan diri, termasuk satu di dalamnya adalah kewajiban berjilbab.
Beberapa tahun sebelumnya di Aceh juga-sebagaimana propinsi lain terkena imbas kebijakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan semasa Orde Baru yang melarang siswi memakai jilbab di sekolah.
Jadi kita tidak akan heran kalau ternyata masih ada wanita Aceh yang alergi, gerah, atau mungkin asing terhadap jilbab. Karena memang jilbab bukan merupakan kebiasaan masyarakat Aceh. Dalam suatu kali perjalanan ke Medan sy pernah bersama beberapa orang wanita Aceh, setelah sampai di perbatasan NAD-Sumut, jilbab langsung dilepas dan masuk tas. Jadi kewajiban memakai jilbab bagi mereka hanya di Aceh saja karena mungkin takut dirazia oleh Wilayatul Hisbah (Polisi Syariat).
Walau saya percaya bahwa tidak semua wanita Aceh seperti itu. Contoh di atas mungkin hanya oknum saja. Namun bila ditilik lebih jauh, masih ada yang memakai jiblab yang belum sesuai dengan standar syariat.
Ada beberapa jenis jilbab yg ada di Aceh :
1. Jilbab timphan
Timphan adalah nama salah satu kue tradisional khas Aceh. Kue ini dari ketan yg di dalamnya ada kelapa manis dan dibungkus dengan daun pisang. Bungkusan daun pisang ini rapat dengan kue sehingga nampak ketat. Jilbab timphan adalah jilbab ketat atau full body pressed. Jilbab jenis ini banyak ditemukan pd anak2 SMU dan mahasiswa.
2. Jilbab Pakistan
Saya juga tidak tahu asal istilah ini dari mana. Siswa-siswa SMU di tempat saya mengatakan demikian. Jilbab jenis ini dinisbatkan pada jilbab dengan poni/rambut tetap kelihatan di atas dahi. Apa di Pakistan banyak jilbab seperti itu ? Atau karena Benazir Bhutto sering berjilbab demikian? Saya juga tidak tahu.
3. Jilbab Rebonding
Jilbab jenis ini mungkin banyak dipakai oleh mereka yg suka me-rebonding rambut. Kerudungnya kecil dan pendek. Rambut yg di-rebonding tetap tergerai dan kelihatan dari belakang. Kan sayang kalau rambut yang sudah di-rebonding tidak dilihat oleh orang lain.
Ini mungkin yg dkatakan jilbab rebonding (baju putih)
4. Jilbab syar’i
Jenis jilbab ini paling banyak ditemui. Jilbab ini sudah memenuhi standar yakni menutupi semua aurat, tidak ketat atau membentuk tubuh dan warnanya tidak terlalu menyolok.
sumber : http://sosbud.kompasiana.com (Visit This Website Now)
Dara Aceh saat Pawai Muharram di Meulaboh, ACeh Barat. (Jilbab standar seperti ini kali ya..)
Semoga kedepannya syariat Islam di Aceh bisa dilaksanakan secara keseluruhan. Sehingga berkah dari langit dan bumi akan tercurah untuk semua saudaraku yang tinggal di Aceh. Aceh hanya akan mulia dan kembali memiliki ‘marwah’ hanya dengan syariat Islam.
0 comments:
Post a Comment