Ketua Majelis Adat Aceh (MAA), H.Badruzzaman SH mengungkapkan,
pemerintah dan semua pihak harus bisa menggali dan membina agar
nilai-nilai adat budaya Aceh dapat menjadi ikon atau urat nadi sumber
nilai perencana pembangunan.
Di sejumlah
negara maju di dunia, telah mempraktikan hal tersebut dengan menjadikan
nilai-nilai adat dan budaya sebagai landasan konsep pembangunan bangsa
dan negaranya dengan berorientasi pada nilai-nilai kultur bangsanya.
"Ini perlu diterapkan di Aceh, karena Aceh kaya akan nilai-nilai budaya dan adat sejak zaman dahulu," ungkap Ketua MAA saat pengukuhan MAA Kota Banda Aceh, Senin (14/1) di Aula Pemko setempat.
Dikatakan, meskipun berbagai landasan pendukung baik lanadasan yuridis maupun cultural ke-acehan yang saheh dan sah, telah dimiliki, namun apabila pembuat kebijakan maupun dukungan para tokoh masyarakat tidak member akses secara idealis, maka pembinaan nilai-nilai adat budaya sebagai bagian pembangunan SDM tidak akan berhasil.
Konsekuensinya adalah penegakan harkat dan martabat untuk membangun keunggulan-keunggulan daerah tidak akan terwujud. Ini tentunyam menajdi salah satu persoalan utama dalam pembangunan budaya adat masyarakat Aceh, khususnya masyarakat gampong dan mukim,
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun nilai-nilai adat dan budaya, diantaranya bagaimana menumbuh kembangkan agar semua nila-nilai adat Aceh, dalam hubungan tatakrama sopan santun atau akhlakul karimah, nilai seni tari adat, seniman, kuliner, nilai-nilai motif pakaian, termasuk tanaman buah-buahan lingkungan rumah dan berbagai produk lainnya, sebagai muatan harkat martabat kebanggan/keunggulan Aceh. "Dengan kata lain, bagaimana kita membangun etos kerja yang rajin, disiplin dan bertanggung jawab serta memperkuat standar rasa malu dalam kehidupan," ujar Badruzzaman.
Sikap Watak
Di samping itu, perlu juga membangun dan mengembalikan sikap watak budaya Aceh yang damai dalam potensi kebersamaan, sehingga dapat membatasi ruang kompliks hanya dalam batasan-batasan yang dapat memberi manfaat bagi kesejahteraan. Karakter ini sangatlah perlu, mengingat dengan nilai-nilai adat hukum adat, dapat menyelesaikan berbagai sengketa atau komplik terutama yang ringan-ringan di lingkungan bawah atau kaum dhuafa, sehingga kehidupan rukundan aman damai dapat terwujud dan lestari.
Menurut Badruzzaman, bila Aceh ingin menjadi daerah produk yang penuh dengan kekhususan, keistimewaa, lebih-lebih dalam mendukung Aceh Visit Year 2013 dan profil kota Banda Aceh yang kaya dengan nilai-nilai spiritual islami, maka nlai-nilai adat dan budaya jangan ditinggalkan melainkan harus terus digali.
Namun harus disadari, dalam kondisi tantangan peradaban global yang terus menggilas nilai-nilai budaya bangsa, harapan masyarakat Aceh sangat besar terhadap peran dan kiprah pemerintah Aceh, khususnya MAA dalam mengkaji dan membangun nilai-nilai adat budaya Aceh, dalam kemasan atau format-format modern yang sangat diperlukan untuk masa-masa mendatang.
"Kami menyadari MAA sebagai lembaga istimewa pendampingdan pendukung bahkan bagian dari lembaga pemerintah daerah, tidak ada artinya kalau pemerintah daerah bersama DPR Kota hanya melihatnya sekilas mata," ungkap Badruzzaman.
Padahal nilai-nilai yang dikembangkan oleh MAA sangat penting sebagai bagian pembinaan SDM bangsa. karena butuh pengertian penuh semua pihak, sebagaimana harapan UU dan masyarakat Aceh bahkan harapan bangsa pada umumnya agar budaya dan adat Aceh ini tidak hilang ditelan zaman.
Sementara Walikota Banda Aceh, Mawardy Nurdin dalam sambutannya mengharapkan kerjasama yang baik, sesama pengurus MAA dan Pemko dalam menjaga dan melestarikan adat istiadat dan budaya Aceh dalam kehidupan bermasyarakat.
Adapun susunan Pengurus Majelis Adat Aceh Kota Banda Aceh periode2013-2017 terdiri dari Ketua Sanusi Husen, S.Sos, Wakil Ketua I Drs.Tgk.H Ramli Dahlan, Wakil Ketua II Rukayah Ibrahim Nain. Susunan kepengurusan ini dilengkapi para pelaksana teknis yang terddiri dari Kabid Hukum Adat, Kabid Pengkajian dan Pembangunan adat, Kabid Pusaka/Pembinaan Khasanah Adat dan Kabid Pemberdayaan Putro Phang.
"Ini perlu diterapkan di Aceh, karena Aceh kaya akan nilai-nilai budaya dan adat sejak zaman dahulu," ungkap Ketua MAA saat pengukuhan MAA Kota Banda Aceh, Senin (14/1) di Aula Pemko setempat.
Dikatakan, meskipun berbagai landasan pendukung baik lanadasan yuridis maupun cultural ke-acehan yang saheh dan sah, telah dimiliki, namun apabila pembuat kebijakan maupun dukungan para tokoh masyarakat tidak member akses secara idealis, maka pembinaan nilai-nilai adat budaya sebagai bagian pembangunan SDM tidak akan berhasil.
Konsekuensinya adalah penegakan harkat dan martabat untuk membangun keunggulan-keunggulan daerah tidak akan terwujud. Ini tentunyam menajdi salah satu persoalan utama dalam pembangunan budaya adat masyarakat Aceh, khususnya masyarakat gampong dan mukim,
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun nilai-nilai adat dan budaya, diantaranya bagaimana menumbuh kembangkan agar semua nila-nilai adat Aceh, dalam hubungan tatakrama sopan santun atau akhlakul karimah, nilai seni tari adat, seniman, kuliner, nilai-nilai motif pakaian, termasuk tanaman buah-buahan lingkungan rumah dan berbagai produk lainnya, sebagai muatan harkat martabat kebanggan/keunggulan Aceh. "Dengan kata lain, bagaimana kita membangun etos kerja yang rajin, disiplin dan bertanggung jawab serta memperkuat standar rasa malu dalam kehidupan," ujar Badruzzaman.
Sikap Watak
Di samping itu, perlu juga membangun dan mengembalikan sikap watak budaya Aceh yang damai dalam potensi kebersamaan, sehingga dapat membatasi ruang kompliks hanya dalam batasan-batasan yang dapat memberi manfaat bagi kesejahteraan. Karakter ini sangatlah perlu, mengingat dengan nilai-nilai adat hukum adat, dapat menyelesaikan berbagai sengketa atau komplik terutama yang ringan-ringan di lingkungan bawah atau kaum dhuafa, sehingga kehidupan rukundan aman damai dapat terwujud dan lestari.
Menurut Badruzzaman, bila Aceh ingin menjadi daerah produk yang penuh dengan kekhususan, keistimewaa, lebih-lebih dalam mendukung Aceh Visit Year 2013 dan profil kota Banda Aceh yang kaya dengan nilai-nilai spiritual islami, maka nlai-nilai adat dan budaya jangan ditinggalkan melainkan harus terus digali.
Namun harus disadari, dalam kondisi tantangan peradaban global yang terus menggilas nilai-nilai budaya bangsa, harapan masyarakat Aceh sangat besar terhadap peran dan kiprah pemerintah Aceh, khususnya MAA dalam mengkaji dan membangun nilai-nilai adat budaya Aceh, dalam kemasan atau format-format modern yang sangat diperlukan untuk masa-masa mendatang.
"Kami menyadari MAA sebagai lembaga istimewa pendampingdan pendukung bahkan bagian dari lembaga pemerintah daerah, tidak ada artinya kalau pemerintah daerah bersama DPR Kota hanya melihatnya sekilas mata," ungkap Badruzzaman.
Padahal nilai-nilai yang dikembangkan oleh MAA sangat penting sebagai bagian pembinaan SDM bangsa. karena butuh pengertian penuh semua pihak, sebagaimana harapan UU dan masyarakat Aceh bahkan harapan bangsa pada umumnya agar budaya dan adat Aceh ini tidak hilang ditelan zaman.
Sementara Walikota Banda Aceh, Mawardy Nurdin dalam sambutannya mengharapkan kerjasama yang baik, sesama pengurus MAA dan Pemko dalam menjaga dan melestarikan adat istiadat dan budaya Aceh dalam kehidupan bermasyarakat.
Adapun susunan Pengurus Majelis Adat Aceh Kota Banda Aceh periode2013-2017 terdiri dari Ketua Sanusi Husen, S.Sos, Wakil Ketua I Drs.Tgk.H Ramli Dahlan, Wakil Ketua II Rukayah Ibrahim Nain. Susunan kepengurusan ini dilengkapi para pelaksana teknis yang terddiri dari Kabid Hukum Adat, Kabid Pengkajian dan Pembangunan adat, Kabid Pusaka/Pembinaan Khasanah Adat dan Kabid Pemberdayaan Putro Phang.
Sumber :http://www.analisadaily.com
0 comments:
Post a Comment